Peran Mahasiswa Dalam Penyelesaian Masalah Antar Warga Di Desa Sungai Rengas Serta di Damping Oleh BHABINKAMTIBMAS dan RT Setempat

Peran Mahasiswa Dalam Penyelesaian Masalah Antar Warga Di Desa Sungai Rengas Serta di Damping Oleh BHABINKAMTIBMAS dan RT Setempat

(fasya.iainptk.ac.id) Desa Sungai Rengas. Pencemaran nama baik merupakan salah satu bentuk konflik sosial yang sering terjadi di tengah masyarakat, baik di lingkungan perkotaan maupun pedesaan. Konflik ini biasanya bermula dari kesalahpahaman, perbedaan pendapat, atau bahkan persaingan antar individu yang kemudian berkembang menjadi permasalahan serius ketika menyentuh aspek kehormatan dan harga diri seseorang. Di era digital seperti saat ini, pencemaran nama baik tidak hanya terjadi secara langsung melalui ucapan, tetapi juga melalui media sosial yang dapat menyebarkan informasi secara luas dan cepat. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri dalam menjaga keharmonisan sosial di masyarakat.


Salah satu kasus yang mencerminkan dinamika tersebut terjadi di Desa Sungai Rengas, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Dalam kasus ini, terjadi perselisihan antara dua warga desa yang berawal dari tuduhan sepihak mengenai pencemaran nama baik. Tuduhan tersebut disampaikan secara langsung, sehingga menimbulkan kegaduhan dan keresahan di komplek tersebut. Pihak yang merasa dirugikan menganggap bahwa tuduhan tersebut merupakan bentuk pencemaran nama baik yang merusak reputasi dan martabatnya sebagai warga yang selama ini dikenal baik.
Dalam situasi yang cukup memanas ini, mahasiswa Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dari Program Studi Hukum Keluarga Islam (DSH) IAIN Pontianak yang sedang melaksanakan pengabdian di desa tersebut mengambil inisiatif untuk turut serta dalam proses penyelesaian konflik. Mahasiswa menyadari bahwa keberadaan mereka di tengah masyarakat bukan hanya untuk menjalankan program kerja, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial yang memiliki tanggung jawab moral untuk membantu menciptakan suasana yang kondusif dan harmonis.

Langkah awal yang dilakukan mahasiswa adalah melakukan pendekatan secara personal kepada kedua belah pihak yang berselisih. Pendekatan ini dilakukan dengan penuh empati dan kehati-hatian agar tidak menambah ketegangan yang sudah ada. Mahasiswa berusaha memahami duduk perkara dari masing-masing pihak dan menggali informasi secara objektif. Setelah memperoleh gambaran yang cukup jelas, mahasiswa kemudian berkoordinasi dengan Bhabinkamtibmas dan Ketua RT setempat untuk merancang strategi penyelesaian yang tepat.


Dalam proses mediasi yang difasilitasi oleh mahasiswa, Bhabinkamtibmas, dan RT, kedua belah pihak diberikan ruang untuk menyampaikan pendapat dan perasaannya secara terbuka. Mahasiswa berperan sebagai fasilitator yang menjaga jalannya dialog agar tetap kondusif dan produktif. Mereka menggunakan pendekatan komunikasi persuasif dan teknik mediasi yang telah dipelajari selama perkuliahan untuk mendorong kedua pihak mencapai kesepahaman. Selain itu, mahasiswa juga memberikan edukasi hukum kepada warga terkait konsekuensi dari tindakan pencemaran nama baik, baik yang dilakukan secara langsung maupun melalui media sosial. 
Secara hukum, pencemaran nama baik diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 310 dan 311. Pasal 310 KUHP menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang dimaksudkan agar diketahui umum, dapat dikenai pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda. Sementara itu, Pasal 311 KUHP mengatur bahwa jika tuduhan tersebut dilakukan dengan maksud untuk menyiarkan fitnah, maka pelaku dapat dikenai pidana lebih berat. Selain KUHP, pencemaran nama baik juga diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 27 ayat (3), yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik yang bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.
Dengan menjelaskan dasar hukum tersebut, mahasiswa membantu masyarakat memahami bahwa tindakan yang dianggap sepele seperti menyebarkan tuduhan di media sosial dapat berujung pada proses hukum yang serius. Edukasi ini menjadi penting agar masyarakat lebih bijak dalam berkomunikasi dan menyelesaikan masalah tanpa harus merusak reputasi orang lain.
Hasil dari mediasi yang dilakukan menunjukkan dampak positif. Kedua belah pihak sepakat untuk berdamai dan menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Pihak yang melakukan pencemaran nama baik bersedia meminta maaf secara terbuka. Kesepakatan damai ini dituangkan dalam surat pernyataan bersama yang ditandatangani oleh kedua pihak dan disaksikan oleh mahasiswa, Bhabinkamtibmas, dan RT. Proses ini tidak hanya menyelesaikan konflik, tetapi juga memperkuat kembali ikatan sosial di antara warga desa.
Pengalaman ini menjadi bukti nyata bahwa mahasiswa memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas sosial di masyarakat. Dengan bekal akademik dan nilai-nilai moral yang diperoleh selama perkuliahan, mahasiswa mampu menjadi jembatan komunikasi yang efektif antara pihak-pihak yang berselisih. Mereka tidak hanya menjadi pelaksana program kerja, tetapi juga menjadi agen perdamaian yang mampu menciptakan solusi berbasis dialog, hukum, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Keberhasilan mahasiswa KKL DSH IAIN Pontianak dalam membantu penyelesaian konflik pencemaran nama baik di Desa Sungai Rengas menunjukkan bahwa pengabdian masyarakat bukan sekadar formalitas akademik, melainkan wujud nyata kontribusi intelektual dan sosial mahasiswa terhadap kehidupan masyarakat. Peran ini perlu terus dikembangkan dan didukung oleh institusi pendidikan tinggi agar mahasiswa semakin siap menghadapi tantangan sosial di lapangan dan mampu menjadi pelopor perubahan yang berlandaskan pada keadilan, hukum, dan kemanusiaan.
Penulis: KKL DSH Kelompok 6
Editor: Ardiansyah