Praktik Kerja KUA dan Kepenghuluan di Kecamatan Pontianak Tenggara: Kombinasi Edukasi Syariah dan Administrasi Modern

Praktik Kerja KUA dan Kepenghuluan di Kecamatan Pontianak Tenggara: Kombinasi Edukasi Syariah dan Administrasi Modern

(fasya.iainptk.ac.id) Pontianak, 26 Februari 2025 – Empat mahasiswa peserta Praktik Kerja Kantor Urusan Agama (KUA) dan Kepenghuluan menjalani rangkaian pelatihan intensif di KUA Kecamatan Pontianak Tenggara sejak 26 Februari hingga 14 Maret 2025. Kegiatan dimulai bertepatan dengan bulan Sya’ban 1446 H. Dalam pembelajaran ini difokuskan pada pendalaman aspek syariah pernikahan, penguasaan sistem digital, serta administrasi pernikahan sesuai ketentuan negara.  


“Pelaksanaan Praktik Kerja KUA dan Kepenghuluan Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah IAIN Pontianak pada dasarnya merupakan kegiatan praktik kemahiran tentang manajemen dan administrasi yang berlaku di Kantor Urusan Agama (KUA) dan Kepenghuluan. Dalam pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja KUA dan Kepenghuluan mahasiswa dibimbing dan diarahkan oleh dosen pembimbing Fakultas Syariah IAIN Pontianak dan diberikan SK oleh Rektor IAIN Pontianak. Hal ini dipandang perlu, sebab Praktik Kerja KUA dan Kepenghuluan merupakan proses pembelajaran langsung bagi mahasiswa pada saat di lapangan. Mahasiswa akan menemukan persoalan-persoalan baru yang tentunya bisa saja berbeda dengan teori-teori yang telah di peroleh selama kuliah. Diharapkan pembimbing lapangan banyak mengarahkan dan memberikan pelajaran atau transfer knowledge secara berkelanjutan. Maka dari itu, proses ini akan memberikan bekal kepada mahasiswa untuk memperkuat ilmu yang mereka pelajari di bangku kuliah. Tentunya penguatan keilmuan ini akan berlanjut pada penguatan kompetensi yang mereka miliki yakni ahli di bidang penyelenggaraan urusan agama Islam,” dikutip langsung dari buku “Pedoman  Praktik KUA dan Kepenghuluan.
Dipandu langsung oleh Kepala KUA Pontianak Tenggara, Bapak Masri, S.Ag., M.Si para peserta—Allif Marizan, Habib Ihsanulloh, Kukuh Bayu Adjie, dan Wan Tiara—diberikan pembekalan mengenai rukun dan syarat pernikahan dari perspektif praktisi. “Pernikahan sah harus memenuhi lima rukun: calon mempelai pria, calon mempelai wanita, wali nikah, dua orang saksi, ijab-qabul. Ini tidak hanya kewajiban agama, tetapi juga legalitas negara juga penting” tegas Pak Masri.  
Pak Masri menekankan bahwa seluruh prosedur di KUA berlandaskan prinsip “Ta’atilah Allah, Ta’atilah Rasul-Nya, dan Ulil Amri di Antara Kamu” (QS. An-Nisa: 59). “Pernikahan siri, meski dianggap sah secara ritual, melanggar ketetapan Allah dalam konteks menjaga keadilan dan hak-hak perempuan serta anak. Negara sebagai Ulil Amri telah menetapkan pencatatan nikah sebagai bentuk perlindungan,” tegasnya.  
Peserta juga diajak menelaah dampak hukum pernikahan tidak tercatat, seperti kesulitan mengakses hak waris, pengasuhan anak, dan layanan publik lainnya. “Ini membuka wawasan kami tentang urgensi kolaborasi antara kepatuhan agama dan hukum positif,” ungkap Allif Marizan


Mahasiswa di kemudian hari menjalani uji praktik dengan mensimulasikan proses pernikahan secara lengkap, mulai dari pemeriksaan dokumen, mukadimah pernikahan, khutbah nikah hingga pelaksanaan akad. “Kami belajar cara memastikan keabsahan saksi dan menghindari potensi manipulasi data yang bisa memicu pernikahan batalnya salah satu rukun pernikahan, selain itu kami juga diajarkan bagaimana kalimat-kalimat yang  baik dan benar dalam memerankan peran penting dalam suatu pernikahan,” ujar Habib Ihsanulloh.  
Selain aspek praktis, peserta dikenalkan dengan Sistem Informasi Manajemen Nikah (SIMKAH) serta Sistem Informasi Wakaf (SIWAK). Kedua sistem digital ini menjadi kunci efisiensi pelayanan KUA. Salah satu staf di KUA di bagian operator SIMKAH, bang Ivan menjelaskan bahwa, “Melalui SIMKAH, mahasiswa diajarkan cara menginput data pernikahan, mencetak buku nikah digital, dan merekam riwayat perceraian. Sementara SIWAK digunakan untuk mengelola administrasi wakaf secara transparan.”  Habib Ihsanulloh menambahkan, “Pelatihan SIMKAH dan SIWAK membuktikan bahwa teknologi bisa menjadi alat dakwah untuk mempermudah masyarakat memenuhi kewajiban agama secara benar.” Sementara itu, Kukuh Bayu Adjie berharap, “Ke depan, KUA bisa lebih gencar menyosialisasikan bahaya pernikahan siri melalui media digital.”  
Pelatihan ini juga mencakup penyusunan administrasi pernikahan, seperti verifikasi KTP, kartu keluarga, dan surat nikah (N1). “Kami dilatih untuk teliti, karena satu kesalahan administratif bisa berimplikasi pada kecacatan hukum,” tambah Wan Tiara.   
Selain itu, pelaksanaan program yang beririsan dengan bulan Ramadan memberikan dinamika tersendiri. Menurut abang Wanda salah satu staff administratif di KUA bagian pelayanan menjelaskan bahwa, periode ini biasanya sepi permintaan pernikahan karena masyarakat lebih fokus pada ibadah puasa. “Kondisi ini justru menjadi kesempatan bagi peserta untuk mendalami struktur internal KUA, seperti manajemen arsip, koordinasi antardivisi, dan persiapan layanan mengenai zakat,” ujarnya.  
Meski tidak banyak mengobservasi prosesi nikah langsung, mahasiswa mendapat tugas menganalisis kasus-kasus pernikahan yang tercatat dalam arsip, khususnya mengenai isbat. “Kami menemukan bahwa banyak pernikahan tak tercatat bermula dari ketidaktahuan masyarakat tentang syarat administratif,” papar Kukuh Allif Marizan.     
Para mahasiswa menyambut positif program ini. “Selain mendapat ilmu baru, kami belajar etika pelayanan publik yang ramah dan profesional. Pengalaman ini memperkuat tekad saya untuk berkontribusi di bidang hukum keluarga Islam,” tutur Wan Tiara dengan semangat.  
Program ini tidak hanya menyiapkan mahasiswa sebagai calon tenaga administrasi keagamaan yang kompeten, tetapi juga menegaskan peran KUA sebagai garda terdepan dalam mencegah penyimpangan hukum pernikahan. “Kami berkomitmen mencetak SDM yang tidak hanya paham teori, tetapi juga mampu menjadi agen perubahan di masyarakat,” pungkas Pak Masri.  
Dengan kombinasi pembelajaran syariah, teknologi, dan administrasi, praktik kerja ini menjadi bukti nyata sinergi antara pendidikan tinggi dan instansi pemerintah dalam membangun pelayanan publik yang berintegritas dan berbasis nilai-nilai Islam.  

Penulis : AMN
Editor: Ardiansyah