Pontianak (fasya.iainptk.ac.id) - Fakultas Syariah (FASYA) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak menggelar Webinar Series & Research Exposes yang bertemakan "Perlawanan dan Pengaruh Penjajah terhadap Perkembangan Islam di Borneo" bersama pemateri Abu Bakar, M.S.I, (Indonesia), Wan Ariffin Wan Yon, S. P.P. (Malaysia) dan Norhayati binti Hj Abd Karim (Brunei Darussalam). Kegiatan ini dimoderatori Syarifah Mawaddah,. M. Pd., pada hari Selasa (07/09) pagi. Kegiatan ini berlangsung secara online via aplikasi Zoom Meeting dan ditayangkan secara langsung di channel Youtube Fakultas Syariah.
Sebelum melangsungkan Webinar Internasional, Wakil Dekan I memberikan sambutan serta membuka seminar internasional dalam kapasitas untuk mewakili Dekan Fakultas Syariah yaitu Rasiam, M.A (Wakil Dekan I Fakultas Syariah) menyampaikan bahwa: “Perkembangan Islam yang ada di wilayah satu rumpun Borneo yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam perlu diketahui. Jika berbicara tentang Borneo, maka tidak hanya berbicara Indonesia namun ketiga negara tersebut, sehingga kajiannya menjadi integral atau menyeluruh. Tentunya webinar ini menjadi ajang strategis bagi para peneliti untuk menyampaikan hasil research yang berbasis lapangan dan ada juga kerja sama nantinya”, Tuturnya.
Pada sesi pertama, atau di sesi diskusi awal dibahas dan dikaji oleh Abu Bakar, M.S.I yang merupakan dosen Fakultas Syariah IAIN Pontianak (Indonesia.). Beberapa hal disampaikannya bahwa “Berbicara tentang implikasi pembunuhan massal tokoh Pontianak oleh Jepang di masa penjajahan ialah implikasinya terhadap pengetahuan lokal sehingga salah satu sejarawan lokal Syafaruddin Usman mengaitkan bahwa” ini berarti telah hilang atau lenyap satu generasi terbaik bangsa Indonesia di Kalimantan Barat selama Perang Dunia II. Hal tersebut juga diamini oleh Guru Besar UNTAN mengatakan kepada saya bahwa Jepang yang telah melakukan pembunuhan massal di mana korbannya adalah satu generasi kepemimpinan Kalbar. Dari segi kebudayaan, Islam telah menciptakan kebudayaan batu seperti adanya kedudukan masjid Jami pada waktu itu menjadi pusat peradaban atau central dakwah Islam di Pontianak, namun adanya penjajah Jepang orang-orang pada takut waktu itu hingga masyarakat membangun surau-surau yaitu pada masa Sultan Syarif Abdurahmman Al-Qadrie’ terangnya
Kemudian dalam diskusi yang sangat menarik ini pula pemateri berasal dari Malaysia yaitu Wan Ariffin Yon, S. P.P menjelaskan “Adanya suatu penentangan terhadap penjajahan Brooke dan British di Sarawah menyebabkan perbandingan sumber barat dan sumber tempatan. Dikarenakan pertentangan terhadap penjajah bermula sejak dari pemerintahan raja Brooke pertama sehingga kepada penjajah British. Lalu adanya penentangan disebabkan berbagai faktor seperti ekonomi politik dan keagamaan Dian juga penentangan ini telah meningkatkan lagi kesadaran kebangsaan politik dalam kalangan penduduk. Perkembangan ini kemudian telah diteruskan lagi dengan kemunculan gerakan politik berarti pada tahun 1950-an dan awal 1960-an untuk memperjuangkan kemerdekaan Negeri Sarawak daripada penjajahan British. akhirnya, Sarawak memperoleh kemerdekaan melalui pembentukan Malaysia 16 September 1963. Dengan demikian kita mengetahui bahwa semudah itu grafi Sarawak dengan menyimbangkan dengan sumber cepatan diperlukan bagi memunculkan suatu naratif eurosentrik sebelum ini supaya bangsa kita tidak lagi terbelenggu dengan indah yang terjajah. Oleh karena itu kita patut mengetahui bahwa pentingnya history dari masa masa lampau atau sejarah”, Jelasnya.
Materi terakhir disampaikan dari narasumber berasal Brunei Darussalam yaitu Norhayati binti Hj Abd Karim, menyampaikan bahwa “Berbicara tentang Korean isme British di syair-syair Brunei terhadap pembangunan negara. Walaupun kekuasaan wilayah semakin kecil, namun kerajaan British ingin terus menguasainya dengan membuat Perjanjian perjanjian baru dengan meletakkan Brunei di naungan mereka. Ini karena minyak telah dijumpai di Brambang pada tahun 1903 dan terperangkap dengan perjanjian tahun 1905 atau 1906. Kemudian adanya suatu perjanjian inilah Brunei terpaksa menerima presiden British sebagai penasehat untuk takbir dan menasehati hal ihwal politik dalam dan luar kecuali hal ihwal agama dan adat istiadat kepada Sultan Brunei hingga tahun 1958 dengan demikian adanya suatu bermula 1959 atas kewibawaan SOAS III, dapat dikembalikan kedaulatan dan kekuasaan Sultan Brunei dengan mengisyaratkan kelembagaan bertulis Negara Brunei tahun 1959. Sehingga jawatan presiden diganti dengan jawatan pesuruhjaya tinggi British yang berperanan sebagai penasehat pertahanan dan hal Ikhwan luar negeri. Makalah penafsiran pentadbiran awam Brunei dikendalikan sepenuhnya oleh Kerajaan Brunei yang terdiri daripada anak tempatan dengan jabatan sebagai menteri besar dan dibantu oleh setiap usaha kerajaan titik ini berarti berhenti kuasa Sultan Brunei telah pulih sepenuhnya dalam bidang pentaksiran dalam negeri dan menjadi sebagai ketua agama hingga lah kemerdekaan Brunei pada tahun 1984. Oleh karena itu, di Negara Brunei perkembangan Islam di saat sekarang menjadi sangatlah luas dan peradaban Islam pun berkembang pesat,” Tutupnya.
Penulis : Muhammad Adib Alfarisi
Editor : Ardiansyah,. S. S,. M. Hum