(fasya.iainptk.ac.id) Cipta Karya - Kelompok 11 Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Fakultas Syariah IAIN Pontianak , mengadakan penyuluhan dan sosialisasi Desa Sadar Hukum pada Selasa, 8 Juli 2025 pukul 10.00 WIB. Acara tersebut diselenggarakan di Aula Kantor Desa Cipta Karya, Jalan Raya Singkawang- Bengkayang, Kecamatan Sungai Beting, Kabupaten Bengkayang.
Panitia dari rangkaian kegiatan ini adalah seluruh kelompok mahasiswa KKL kelompok 11 itu sendiri. Dzikri Hawin Alaina bertindak sebagai ketua kelompok, Revita Dwi Ariani bertindak sebagai sekretaris, dan Rachel Azzahra ialah bendahara kelompok. Sedangkan anggota kelompok lainnya ialah Ferry Harry Haswin, Ferdy Hasan Haswin, Afrida Rianti Dewi, Ulfi Eka Maulani, Agus Budiman, dan Allif Marizan bertindak sebagai staff yang selalu mensupport kelompok sehingga kegiatan berjalan lancar.
Selain itu, Kegiatan ini dihadiri secara virtual oleh Bu Tri Novianti Wulandari, S.H., M.H. selaku Penyuluh Hukum Madya Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Barat melalui platform Zoom.
Kegiatan ini dihadiri oleh kepala desa Cipta Karya, Pak Benjamin Kalvin, PKBH Institut Agama Islam Negeri Pontianak Bu Vinna Lusiana dan secara virtual oleh Bu Tri Novianti Wulandari, S.H., M.H. selaku Penyuluh Hukum Madya Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Barat melalui platform Zoom. Selain itu, hadir pula para perwakilan masyarakat dari berbagai dusun di Cipta Karya dengan jumlah 15 peserta.
Bu Novi dalam kesempatannya menekankan pentingnya pengetahuan hukum pada masyarakat untuk menghapuskan stigma bahwa hukum itu "tajam ke bawah tumpul ke atas" maka dari itu Kemenkumham bekerja sama dengan pihak akademik untuk menyebarkan pemahaman tentang hukum dalam konteks pedesaan.
Dalam sesi penyuluhan daring via Zoom, Bu Novi sebagai narasumber dari Kemenkumham menjelaskan inisiatif strategis yang dikembangkan untuk menjangkau lapisan masyarakat desa, yakni Pos Bantuan Hukum Desa/Kelurahan (Posbankumdes) dan Desa Sadar Hukum (DSH). Menurutnya, program ini bukan sekadar birokrasi, melainkan upaya serius membawa mekanisme keadilan bahkan ke seluruh pihak masyarakat.
Bu Novi juga menjelaskan pemaparannya dengan mengungkap fakta bahwa masih banyak warga desa yang terjebak dalam kebingungan hukum, antara keterbatasan pengetahuan, biaya pengacara yang mencekik, dan prosedur peradilan formal yang berbelit dalam menangani perkara yang mereka miliki. “banyak permasalahan yg dulunya kecil seperti sengketa tanah, hak waris, hingga hukum adat—berpotensi meledak karena tak terselesaikan sejak dini,” ujarnya. Ia menegaskan, kendati kasus semacam ini dapat diakhiri secara damai melalui mediasi, tanpa dibawa ke atas birokrasi lebih lanjut.
Di sinilah Posbankumdes hadir sebagai “rumah hukum” di desa. Bu Novi menjelaskan, setiap Posbankumdes dilengkapi layanan informasi hukum dasar, konsultasi gratis, advokasi non-litigasi, hingga rujukan bagi kasus yang perlu penanganan advokat hingga perkara dapat terselesaikan. Kepala Desa atau Lurah yang telah menjalani pelatihan Non Litigation Peacemaker memandu proses mediasi dengan melibatkan tokoh adat, aparat keamanan desa, dan paralegal terlatih dari kelompok KADARKUM. Dengan begitu, sengketa diselesaikan secara cepat, murah, dan berorientasi restorasi hubungan sosial.
Lebih jauh, program Desa Sadar Hukum mengajak warga mengambil peran aktif: membentuk kelompok sadar hukum, mengikuti pelatihan paralegal, serta rutin menyelenggarakan penyuluhan internal. Dampaknya, masyarakat bukan hanya penerima layanan, melainkan agen perubahan yang menyebarkan budaya menghormati hukum dan menyelesaikan masalah lewat musyawarah. “Ketika warga memahami hak dan kewajiban hukum mereka, tingkat kepercayaan pada penyelenggara negara pun meningkat,” kata Bu Novi.
Pemateri juga menyoroti kerangka regulasi yang menguatkan kedua program ini. Bu Novi mengatakan bahwa Kepala Desa dan perangkat desa memang berkewajiban menyelesaikan perselisihan masyarakat. “Kepastian regulasi ini menjadi fondasi agar setiap desa dan kelurahan bisa mengoperasikan Posbankumdes sebagai bagian dari Lembaga Kemasyarakatan Desa,” terang Bu Novi.
Benjamin Kalvin penjabat kepala desa Cipta Karya, menegaskan kebutuhan hukum masyarakat yang sebagian besar berasal dari puluhan desa di berbagai provinsi. Beliau menjelaskan, pengalaman mendampingi berbagai perkara dan kasus yang desa tangani sejak beliau menjabat. Hukum adat menjadi perangkat untuk menyelesaikan berbagai perkara masyarakat tanpa dibawa ke pengadilan dan tanpa menimbulkan dendam berkepanjangan.
Bu Novi menutup penyuluhannya dengan pesan bahwa keadilan bukan sekadar proses di ruang sidang, melainkan realitas yang dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. “Posbankumdes dan Desa Sadar Hukum adalah jembatan empati negara kepada warganya. Dengan program ini, keadilan tidak lagi menunggu di Pengadilan, tapi hadir langsung di dalam masyarakat.”
Dengan harapan besar terpatri di dalam desa cipta karya melalui program DSH dan Posbankum diharapkan membuat masyarakat merasakan hak dasarnya untuk mendapatkan keadilan tanpa sekat, sosial, maupun ekonomi.
Editor: Ardiansyah