FAKULTAS SYARIAH Sukseskan Agenda KASASI Part 5 yang bertajuk Paradigma Penologi Punitif dalam RKHUP; Pesan Penting Untuk Demokrasi Supaya Keadilan bersifat Restoratif

FAKULTAS SYARIAH Sukseskan Agenda KASASI Part 5 yang bertajuk Paradigma Penologi Punitif dalam RKHUP; Pesan Penting Untuk Demokrasi Supaya Keadilan bersifat Restoratif

Pontianak (fasya.iainptk.ac.id) - Fakultas Syariah (FASYA) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak membahas Kajian Seputar Isu-Isu Hukum, Sosial, dan Hak Asasi Manusia The Series (KASASI) yang bertemakan "Paradigma Penologi Punitif Dalam RKHUP" dengan pemateri Dr. Iqrak Sulhin ,S.sos,. M.Si dan dipantu moderator M. Fadhil,. M. H., Pada Kamis (26/08) pagi. Kegiatan ini berlangsung secara online via aplikasi zoometing.

Dr. Iqrak Sulhin,. S. sos,. M. Si merupakan Dosen sekaligus pakar Krimonologi Universitasi Indonesia melihat bahwa situasi negara Indonesia dalam menuntaskan atau mengusut kasus hukum itu lebih banyak menggunakan pendekatan sanksi pidana.
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa " RKUHP dan RUU PAS yang masih digarap oleh DPR pada waktu itu sangatlah berbahaya, karena kebanyakan menggunakan pendekatan pidana, coba kita melihat adanya alternatif, yakni tentang pidana pengganti penjara. Sebagai pidana alternatif seperti kerja sosial berpotensi yang dapat menggantikan pidana penjara. Pidana kerja sosial dapat diterima sebagai pidana alternatif karena kerja sosial melayani tujuan dan kegunaan pidana penjara yang dianggap tidak efektif, yakni dengan tujuan rehabilitasi. Selain itu, pidana kerja sosial dapat mencapai tujuan-tujuan alternatif (non-punitive) yang tidak mungkin dapat dicapai dengan pidana penjara, yakni restorasi. Pengetahuan yang disajikan dalam rangka pengembangan ide kerja sosial sebagai bentuk pidana alternatif di Indonesia adalah tujuan utama pidana kerja sosial, jenis kejahatan yang cocok direspon oleh pidana kerja sosial dan bentuk kerja sosial. Tujuan utama pidana kerja sosial adalah rehabilitasi dan restorasi. Rehabilitasi berfokus pada pemulihan pelaku yang menekankan perbaikan perilaku, tanggung jawab sosial dan pengembangan kompetensi dalam rangka mengembalikan pelaku ke tempat yang konstruktif di masyarakat.", Tuturnya.


Lebih lanjut mengatakan "Restorasi berfokus pada pemulihan hubungan dan kondisi semua pihak, mulai dari pelaku, korban dan masyarakat. Jenis kejahatan yang cocok direspon pidana kerja sosial dan bentuk kerja sosial harus merujuk pada tujuan utama pidana kerja sosial, yakni rehabilitasi dan restorasi. Pengembangan ide kerja sosial dalam hal jenis kejahatan dilakukan dengan mengkonstruksi realitas kejahatan itu sendiri. Pidana kerja sosial dapat digunakan sebagai bentuk respon sosial untuk kejahatan dengan melihat realitas peristiwa kejahatan yang terjadi. Penentuan bentuk kerja sosial harus mengacu pada tujuan rehabilitasi dan restorasi. Dalam konteks rehabilitasi, bentuk kerja sosial harus disesuaikan dengan hakikat pelanggaran dan kebutuhan pelaku kejahatan; juga diarahkan terhadap pengembangan potensi pelaku. Dalam konteks restorasi, bentuk kerja sosial harus memulihkan kondisi pelaku, korban dan masyarakat. Bentuk kerja sosial harus mengacu pada konsep restorative community service yang melibatkan semua pihak dalam intervensi kerja sosial," Ucapnya.

Dengan demikian halnya, paradigma penologi punitif terhadap pola pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan ini mempunyai suatu pasca kebijakan asimilasi reintegrasi di masa pandemi covid-19. Oleh karena itu, pencapaian-pencapaian di tahun awal 2020 meningkat drastis, tetapi melihat awal tahun 2021 di bulan Juni mencapai 100 %. Apalagi melihat narapidana penggunaan narkotika ini pun di awal tahun 2020 hingga 2021 pertengahan cenderung mengalami penurunan. Kemudian jika kita penyebabnya overcrowding ialah politik hukum saat ini yang menentukan nilai-nilai dan institusi hukum. Oleh karenanya, pemahaman mengenai nilai dan institusi tersebut akan sangat menentukan pada realisasinya. Lalu pun ada namanya penal populism yakni adanya Hukum dan penghukuman dapat menjadi komoditas politik yang “diperdagangkan” dalam
kontestasi politik. Politisi akan mengambil sikap populis dalam keduanya. Sebagai contoh; war on drug. Setelah itu juga, ada namanya regulasi yang menyebabkan over criminalization dan minimnya hukuman alternatif, serta penegakan hukum yang mana hal ini ada Crime control model vs due process model dan juga Mekanik, ritualis vs individualisasi. Sehingga pun, jika kita melihat dari perspektif Pemasyarakatan ada beberapa rancangan-rancangan yang produktif 
terhadap fungsinya sebagai berikut:
• Ketentuan tentang tujuan pidana; mencegah pengulangan,menimbulkan penyesalan, memasyarakatkan (pembinaan, pembimbingan), dan memulihkan konflik (restorasi sosial).
• Pidana alternatif, untuk memastikan yang dipenjara adalah mereka yang memang ‘harus’ dipenjara
• Ketentuan soal evidence based, yang memastikan penanganan sesuai dengan kondisi individual
• Rancangan yang perlu dipastikan ke depan adalah posisi dan kewenangan Pemasyarakatan ke depan adalah:
• Posisi Pemasyarakatan di dalam SPP
• Kewenangan dan Fungsi di dalam KUHAP" Jelasnya.

Penulis : Muhammad Adib Alfarisi
Editor : Ardiansyah,. S.S,. M. Hum,.