Forum diskusi Khatuliswa Law Student Association (KHALSA) Fakultas Syariah (FASYA) IAIN Pontianak pada Sabtu (15/03) telah melaksanakan Sekolah Peradilan Semu yang dikhususkan untuk mahasiswa fakultas syariah. Acara ini dilaksanakan disalah satu ruangan kelas fakultas syariah.
Sekolah peradilan semu kali ini merupakan kelanjutan yang kelima kalinya yang membahas tentang teknik advokasi. Yang menjadi pemateri pada diskusi ini adalah Bapak Qomaruzzaman S.H.I., M.S.I sebagai dosen LB Fakultas Syariah sekaligus Advokat dari Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) serta Bima Sakti sebagai instruktur sekaligus sebagai ketua umum KHALSA,
Sekolah peradilan semu ini hanya dikhususkan untuk mahasiswa FASYA, karena mahasiswa dituntut untuk mampu memahami tentang teknik-teknik dalam advokasi sehingga kedepannya mahasiswa FASYA memiliki bekal dalam mengadvokasi permasalahan yang ada di masyarakat.
Qomaruzzaman mengatakan bahwa advokasi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh ahli hukum dan atau Lembga Bantuan Hukum dalam bentuk konsultasi, negosiasi, mediasi, serta pendampingan baik di dalam pengadilan (Litigasi) atau di luar pengadilan (Non-Litigasi). Advokasi dimaksudkan untuk memberikan jasa pertolongan dalam bidang hukum agar persoalan hukum cepat terselesaikan.
Lebih lanjut menurut pemateri, modal paling utama dari seorang yang melakuan advokasi adalah memiliki mental baja sehingga kuat dalam menghadapi tekanan dalam tindakan atau menghadapi lawan tergugat dalam kasus perdata atau orang-orang di Institusi seperti penyedik dan jaksa dalam kasus pidana. Seorang advokator juga membutuhkan performa serta keterampilan tidak hanya keterampilan dalam hukum acara yang sifatnya khsusus, tetapi juga keterampilan dalam mengkonsolidasikan kasus. Dalam kasus pidana misalnya apakah kasus tersebut hanya akan dijalani secara prosedural sebagaimana diatur dalam KUHAP, atau klien akan dijadikan tokoh dan kasusnya dijadikan panggung dengan menggiring opini kasus yang diadvokasi sebagai kasus Human Right Defender. Demikian juga dalam kasus Perdata, keterampilan seperti bagaimana kita dapat dipercayai klien, penguasaan rumus 5W + 1H dalam interview dengan klien sehingga data fakta dan peristiwa dapat kita konstruksikan secara tepat. Oleh karenanya, seorang advokator harus menjadikan mulutnya lebih kecil daripada kupingnya dalam arti bisa menjadi pendengar yang baik saat klien memberikan keterangan.
Dalam kesempatan yang sama Bima selaku instruktur dan ketua KHALSA juga menyampaikan bahwa “diskusi-diskusi tentang materi hukum ini akan terus dilaksanakan sebagai follow up dari materi-materi yang telah diterima di kuliah formal, kedepannya kita juga akan mengadakan diskusi-diskusi dengan materi seputar Gugatan, Pembuatan Surat Kuasa, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah, Kajian tentang Konstitusi dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kompetensi kelulusan Fakultas Syariah Pontianak.
Penulis: Desi Safitri